Minggu, 25 Maret 2018

NHW #9; BUNDA SEBAGAI AGEN PERUBAHAN






Assalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh...

Tak terasa, 9 minggu sudah kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional batch #5 berlangsung. Setelah melewati berbagai materi yang seringkali bikin panas dingin, cenat cenut tapi sekaligus membuat kami semakin bersemangat mengenal diri sendiri dan berubah ke arah yang lebih baik, kini di penghujung kelas para peserta ditantang untuk menjadi agen perubahan.

Perempuan khususnya seorang ibu adalah instrumen utama yang sangat berperan sebagai agen perubahan. Dari sisi individu, menjadi agen perubahan adalah hak semua orang tidak berbatas gender, karena semua memiliki potensi dasar yang sama berupa akal, naluri dan kebutuhan fisik. Sedangkan dalam konteks masyarakat, keberadaan ibu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan keluarga, dimana keduanya memiliki porsi prioritas yang sama.

Keberadaan Ibu di masyarakat akan meningkatkan kualitas pendidikan keluarga di rumah, demikian juga pendidikan keluarga di rumah akan memberikan positive impact pada peningkatan kualitas masyarakat. Itulah kenapa IIP merangkul para ibu untuk belajar bersama-sama karena sejatinya “Mendidik satu perempuan sama dengan mendidik satu generasi." Maka apabila ada satu orang ibu membuat perubahan maka akan terbentuk perubahan pada satu generasi yaitu generasi anak-anak kita. Luar biasa kan impact-nya?

How To Start?

Temukan Misi Spesifik Hidup Kita



Langkah pertama adalah kita harus sudah memahami apa maksud Allah menurunkan kita ke muka bumi ini, apa misi spesifik hidup kita, mengapa kita diamanahi putra-putri yang kini mewarnai hidup kita, apa maksudnya kita berada di lingkungan yang sekarang kita tinggali. Untuk lebih memahami semua ini, saatnya untuk throw back ke NHW - NHW sebelumnya.


Kita harus paham JALAN HIDUP kita ada dimana. Setelah itu baru menggunakan berbagai CARA MENUJU SUKSES. Setelah menemukan jalan hidup, segera melihat ke arah lingkaran pertama kita, yaitu keluarga. Mulailah menggali perubahan-perubahan apa saja yang bisa kita lakukan untuk membuat keluarga kita menjadi CHANGE MAKER FAMILY. Tidak perlu banyak dan muluk-muluk, kita bisa memulai dengan perubahan-perubahan kecil namun selalu konsisten dijalankan. Yaa yang penting adalah KONSISTENSI karena hal tersebut dapat melatih keistiqomahan kita terhadap sebuah perubahan.






Ketika melakukan perubahan di dalam keluarga, kita bisa menggunakan pola kaizen  yang merupakan sebuah filosofi hidup dari Jepang. Kai artinya perubahan, sedangkan Zen berarti baik. Secara utuh, Kaizen merupakan cara memfokuskan diri pada pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Build Our Empathy, Completed by Our Passion

Jika perubahan-perubahan di dalam keluarga kita perlahan menampakkan hasilnya, saatnya kita masuk ke lingkaran kedua yaitu masyarakat sekitar kita. Lihatlah sekeliling kita, pasti ada misi spesifik Allah menempatkan kita di RT ini, di Kecamatan ini, di kota ini atau di negara ini. Lihatlah kemampuan diri kita ada di level mana. Maka jalankan perubahan-perubahan tersebut, dari hal kecil yang kita bisa.


Empati adalah kunci untuk memulai perubahan di dalam masyarakat yang kita tinggali. Cara mengawali perubahan di masyarakat yaitu dengan membesarkan skala perubahan yang sudah kita lakukan di dalam keluarga. Hal tersebut agar aktivitas kita di masyarakat tidak akan bertabrakan dengan kepentingan keluarga. Bahkan akan saling mendukung dan melengkapi.


Setelah EMPATHY maka tambahkan PASSION, hal ini akan membuat kita menemukan banyak sekali SOLUSI di masyarakat. Sesuatu yang diawali dari keprihatinan lalu dilengkapi dan ditambahkan dengan passion yang kita miliki akan menghasilkan perubahan yang luar biasa di masyarakat. Empati tanpa didukung dengan passion akan membuat aktivitas yang kita lakukan tidak mendalam dan hanya sebatas permukaan. Maka penting sekali untuk menggali apakah passion yang kita miliki bisa mendukung rasa empati yang muncul.

The Homework

Social Venture


Social venture adalah suatu usaha yang didirikan oleh seorang social entrepreneur, baik secara individu maupun organisasi yang bertujuan untuk memberikan solusi sistemik untuk mencapai tujuan sosial yang berkelanjutan. Sedangkan social entrepreneur adalah orang yang menyelesaikan isu sosial di sekitarnya menggunakan kemampuan entrepreneur.

Nah, di NHW #9 ini para penghuni kelas matrikulasi diminta untuk bisa membuat perubahan di masyarakat, dengan diawali dari rasa empathy. Kami harus mulai belajar untuk membuat sebuah usaha yang berkelanjutan diawali dengan menemukan passion dan menjadi orang yang merdeka menentukan nasib hidupnya sendiri.

Hal ini bertujuan untuk membuat para penghuni kelas matrikulasi bisa menyelesaikan permasalahan sosial di sekitar kami dengan kemampuan entrepreneur yang kami miliki. Sehingga untuk melakukan perubahan tidak perlu menunggu dana dari luar, tapi cukup tekad kuat dari dalam. Kalian juga bisa ikutan loh, untuk menyelami apa isu sosial di sekitar kalian. Nah.. untuk mempermudah, kita bisa mulai dengan membuat bagan seperti ini;




Aku miris sekali melihat tingkah pola orangtua yang super cuek kepada anak bahkan ada orangtua yang mendidik anak dengan kekerasan. Jika anak salah dimarahi depan umum bahkan ada yang sampai memukul didepan umum. Padahal si anak hanya melakukan keslahan kecil saja yang tidak harus diperlakukan seperti itu oleh orangtuanya. Lalu, banyaknya pembunuhan terhadap anak bahkan yang dilakukan oleh orantuanya sendiri. Menurutku, dalam lingkungan tempat tinggalku ini banyak sekali yang perlu dibenahi tentang ilmu parenting.

Insya Allah dengan bantuan teman-teman komunitas, aku ingin kembali menjalankan kegiatan-kegiatan dan berkontribusi lebih banyak ke masyarakat. Aku juga ingin mengamalkan ilmu yang aku dapat dibangku kuliah dan di IIP ini. Namun memang aku masih menemukan kendala, salah satu kendala yang aku hadapi saat memulai syiar parenting, khususnya di RT ku, ketika aku dianggap belum punya pengalaman karena anak masih satu dan aku ini pendatang baru. Jadi tiap kali membagikan info-info parenting, yang benar-benar mendengarkan hanya segelintir orang. Ya, seringkali kita melihat siapa yang berbicara, bukan apa yang disampaikan. Tapi tak mengapa, itu juga jadi cambuk untukku agar aku membuktikan dulu lewat keluargaku, baru nanti berbicara di ranah publik. Meski begitu ketika aku diundang ke RT dan RW lain, mereka justru excited dan mendengarkan dengan baik. Dari pengalaman tersebut, aku mulai merubah pola, aku dan teman-teman harus bertukar RT sebagai pembicara agar lebih didengar. Karena seringkali orang di luar lingkungan jauh lebih didengar dan dihormati daripada yang di dalam.




Aku memang sudah lama kenal dunia blogging, meski baru benar-benar dijalankan secara profesional kurang lebih satu tahun ini. Kini semakin banyak teman-teman yang meminta untuk diajari ngeblog. Sejujurnya aku merasa belum terlalu percaya diri karena ilmu ngeblogku juga masih standar dan terbatas. Namun, demi menguatkan ilmu dan menjadikan ilmunya lebih berkah, aku berencana untuk membuka kelas blogging yang ingin ku beri nama Belajar Blog Bareng. Aku beri nama Belajar Blog Bareng karena di sini aku tidak sebagai pemberi materi, namun aku ingin lebih membentuk tempat sharing mengenai dunia blogging untuk pemula. Aku juga ingin niatkan di waktu tersebut, ada atau tidak ada teman yang datang, aku tetap akan menggunakannya sebagai jam pengembangan diri di dunia blog. Belajar kembali tentang mendesain template yang menarik, kode html, optimasi blog, monetisasi dan sebagainya.

Lewat blog kita bisa berbagi cerita, kisah hidup, inspirasi dan mencatat perjalanan hidup. Melihat fenomena sekarang dimana banyak ibu yang mengalami depresi, remaja-remaja yang sudah kenal sosmed tapi belum tertata emosinya, semoga dengan mengenalkan dunia blog di lingkungan sekitar bisa menjadi terapi akan hal-hal tersebut.

Menerbitkan buku solo adalah impian besarku. Rasanya malu diri ini, mengaku penulis tapi baru akan punya buku antologi (itu pun masih proses). Awalnya dulu aku ingin menjadi novelis. Namun sejak tak pernah lagi berfiksi-fiksi ria, dan lebih banyak berkutat menulis curhatan zaman remaja ababil, keinginan untuk menjadi novelis menguap. Sekarang aku justru lebih tertarik untuk menulis di bidang parenting dan pengembangan diri.

Dengan latar belakang yang selalu senang menjadi tempat curhat teman-teman, nah.. sering kali teman yang baru menikah atau menjadi ibu baru ini mengalami baby blues, bahkan aku sendiri pun pernah mengalami. Ya, baby blues ini biasanya dialami oleh mamak-mamak newbie. Lalu mulai banyak anak-anak remaja di RT ku. Melihat para remaja pegang gadget, anak-anak yang minat bacanya kurang, pengetahuan tentang sinetron luas namun di luar itu terbatas, mengetuk hatiku untuk bisa berkontribusi lebih banyak. Dengan pengalamanku saat mengajar di SMP dan SMA serta bekal kemampuanku tentang ilmu psikologi remaja yang aku dapatkan dibangku kuliah, In Syaa Allah aku dapat memulainya. Namun di sisi lainnya, aku juga sadar memiliki kekurangan bahwasanya aku masih kurang dekat dengan anak-anak tetangga. Ke depannya aku akan lebih fokus untuk melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada mereka, aku ingin bisa lebih luwes dan merangkul mereka sehingga ideku untuk membentuk karang taruna di RT bisa terwujud.

Itulah ide-ideku untuk NHW #9 berkaitan dengan menjadi agen perubahan. Gils, jangan pernah ragu ya untuk menjadi agen perubahan, karena sejatinya "Everyone is a Changemaker". Setiap orang adalah agen perubahan. Ini bukan soal MAMPU atau tidak, tapi MAU atau tidak. Mulailah dari yang sederhana,  lihat diri kita, apa permasalahan yang kita hadapi selama ini, apabila kita bisa menyelesaikan permasalahan kita dan membagikan sebuah solusi, bisa jadi ini menjawab permasalahan yang dihadapi oleh orang lain. Karena mungkin banyak orang di luar sana memiliki permasalahan yang sama dengan kita.

Ketika keberadaan kita telah mampu bermanfaat bagi diri kita sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya, maka saat itulah indikator sebagai bunda shaleha telah tercapai. Sehingga sebagai makhluk ciptaan Allah, kita bisa berkontribusi melalui kebermanfaatan peran kita di dunia ini dengan “Rasa TENTRAM”.


Alhamdulillah NHW #9 telah terselesaikan. Memang ini adalah akhir dari kelas matrikulasi, namun sesungguhnya ini justru gerbang awal dari sebuah fase hidup yang baru, khususnya untukku. Setelah ini, In Syaa Allah aku akan melanjutkan 'kuliahku' ke kelas Bunda Sayang (semoga lulus kelas matrikulasi). Ya, sebelum benar-benar terjun ke masyarakat, aku harus selesai dengan permasalahan diriku sendiri dan keluargaku. In Syaa Allah, saat aku memantaskan diri untuk menjadi CHANGE MAKER di dalam keluargaku, aku akan semakin lebar membuka mata, hati dan telinga agar dapat menangkap lebih banyak isu sosial di sekitarku, sehingga nantinya aku bisa berkontribusi dengan sebenar-benarnya sesuai dengan passion dan skill yang aku miliki.

Jika nanti kita sudah terjun ke masyarakat, kita harus tetap ingat bahwasanya KELUARGA tetap nomor satu. Ketika kita aktif di masyarakat dan suami melayangkan protesnya, maka itu warning lampu kuning untuk aktivitas kita, artinya ada yang tidak seimbang. Apabila anak yang sudah protes, maka itu warning keras; LAMPU MERAH. Jika lampu ini yang menyala, artinya kita harus mulai menata ulang tujuan utama kita aktif di dalam masyarakat.

anyway, kalau kalian pengen jadi change maker seperti apa girls? Semoga kita bisa menjadi pribadi-pribadi yang bermanfaat ya. Oya kalau ada yang mau join kelas matrikulasi IIP batch #6, pantengin terus instagram dan fanpage Ibu Profesional untuk informasi lebih lanjut. Selamat menjadi agen perubahan, girls! Salam Ibu Profesional...


Minggu, 18 Maret 2018

NHW #8 ; MENEMUKAN MISI SPESIFIK HIDUP AGAR SEMAKIN PRODUKTIF






Sabtu malam ku sendiri
Tiada yang menemani
Hanya laptop dan ide yang menggelumuti
Iya.. Kamu. NHW-ku minggu ini...


Senandung tentang NHW dikit yaa.. Pas banget sama Sabtu malam dengan rintik hujan yang semakin membuat syahdu malam Mingguku.. Buatku waktu paling syahdu untuk menulis memang di jam-jam ini. Saat anakku sudah terlelap dalam tidurnya, suasana di luar juga sunyi, membuat aku lebih mudah fokus menyelesaikan apa yang ingin aku sampaikan lewat tulisanku.

Kali ini aku kembali akan melanjutkan catatanku tentang kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional Batch #5 yang telah berjalan hingga minggu ke delapan. Setelah minggu lalu, para peserta matrikulasi semakin mengenal potensi diri lewat tes talent mapping sederhana yang dilakukan lewat www.temubakat.com, minggu ini kami diminta untuk menggali lebih dalam tentang misi spesifik hidup.

Ribet banget ya mesti ini mesti itu. Yasudahlah ya mengalir saja. Namun, Allah menciptakan kita di dunia pasti memiliki maksud tertentu. Masa iya kita nggak mau tahu apa sebenarnya yang Allah inginkan dari diri kita. Kenapa kita diminta melewati kejadian A, B, C hingga Z. Kenapa kita dipertemukan dengan si A, B, C hingga Z. Kenapa Allah membekali kita dengan kemampuan A, bukan kemampuan C, padahal kita ingin bisa melakukan C. Ada banyak rahasia yang harus dipecahkan di dalam hidup, agar hidup kita semakin memiliki arah dan kita bisa menjadi lebih produktif setelahnya.

NHW #8 kali ini berkaitan sangat erat dengan NHW sebelumnya. Jika pada minggu lalu aku dipertemukan dengan sebuah inspiring word "rezeki itu pasti, kemuliaan harus dicari", yang membuatku semakin menyadari bahwasanya produktivitas hidup kita ini selalu diukur dengan berapa rupiah yang akan kita terima, melainkan seberapa meningkatnya kemuliaan hidup kita dimata Allah dan seberapa manfaat hidup kita bagi alam semesta.

Pada minggu ini aku semakin dikuatkan dengan "be professional, rezeki will follow". "Be professional" artinya sangat penting bagi kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan peran. Kesungguhan dan keistiqomahan seseorang dalam menjalankan peran hidupnya akan meningkatkan kemuliaan dirinya di mata Allah dan kebermanfaatan untuk sesama. Sedangkan “rezeki will follow" bermakna bahwasanya rezeki setiap orang itu sudah pasti, yang membedakan adalah nilai kemanfaatan dan keberkahannya seiring dengan bersungguh-sungguhnya seseorang menjalankan apa yang dia BISA dan SUKA.

Jika selama ini kita masih saja memusingkan uang, uang dan uang demi bertahan hidup. Bahkan tak jarang kita rela melakukan hal yang sebenarnya tidak kita sukai dan nikmati, hanya demi mendapatkan segepok uang. Ini salah besar dan tandanya kita untuk berbenah. Tanya pada diri sendiri benarkah yang kita jalani ini sungguh-sungguh kita sukai dan nikmati, ataukah ada hal lain yang lebih bisa membuat kita berbinar-binar? Bu Septi pernah menyampaikan "uang akan mengikuti sebuah kesungguhan, bukan bersungguh-sungguh karena uang."


Sudahkah Misi Spesifik Hidup Diketemukan?





Pada dasarnya menemukan misi hidup itu tidak ada hubungannya dengan usia seseorang. Semakin awal seseorang merasa “galau” kemana arah hidupnya, semakin “risau” untuk mencari sebuah jawaban “mengapa Allah menciptakan dirinya di muka bumi ini?” maka semakin cepat akan menemukan misi hidup.

Kalau di pendidikan berbasis fitrah, proses ini secara alamiah akan dialami oleh anak-anak pre aqil baligh akhir (sekitar 10-13 tahun) dan memasuki taraf aqil baligh (usia 14 tahun ke atas). Kalau sampai hari ini ternyata kita masih galau dengan misi hidup kita, maka bersyukurlah, karena kita jadi tahu kesalahan proses pendidikan kita sebelumnya, sehingga nanti tidak perlu lagi mengalami kegalauan tersebut pada usia paruh baya yang banyak dialami oleh sebagian besar manusia (mid-life crisis).

Maka sekarang, jalankan saja yang kita BISA dan SUKA tanpa pikir panjang, karena Allah pasti punya maksud tertentu ketika memberikan kepada kita sebuah kemampuan. Apabila kita jalankan terus menerus, kemungkinan itulah misi hidup kita.

Seseorang yang sudah menemukan misi hidup tersebut apabila menjalankan aktivitas produktif akan lebih bermakna, karena keproduktivitasannya digunakan untuk mewujudkan misi-misi hidupnya. Sehingga selalu memiliki ciri-ciri :

a. Selalu bersemangat dengan mata berbinar-binar 
b. Energi positifnya selalu muncul, rasanya tidak pernah capek. 
c. Rasa ingin tahunya tinggi, membuat semangat belajar tinggi 
d. Imunitas tubuh naik, sehingga jarang sakit, karena bahagia adalah imunitas tubuh yang paling tinggi.


Mataku Berbinar-binar Saat....

NHW #8 ini disusun untuk mempermudah para peserta kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional dalam menemukan misi spesifik hidupnya. Berikut ini langkah-langkah untuk menemukannya;

a) Mengambil salah satu aktivitas yang telah aku tulis di kuadran SUKA dan BISA.

Aku memutuskan untuk mengambil aktivitas "memasak" karena memang hal itulah yang paling bisa membuatku berbinar-binar dan bersemangat, memasak dapat mengubah mood aku seketika. Meski begitu ke depannya, aktivitas tersebut harus dikombinasikan dengan aktivitas lainnya untuk mencapai tujuan yang aku inginkan.


b) Kini saatnya aku harus menyelesaikan tantangan “BE DO HAVE” di bawah ini : 


1. Aku ingin menjadi apa ? (BE)
Saat ini aku ingin menjadi entepreneur dalam bidang masakan. Memiliki restaurant dengan masakan khas dari tanganku sendiri.


2. Aku ingin melakukan apa ? (DO)
Belajar memasak kepada yang lebih ahli. Namun untuk menjadi entepreneur aku harus membaca buku agar daya kreatifitas dalam memasak lebih banyak. Aku juga perlu tau bagaimana dan apa yang harus aku persiapkan untuk membuka usaha terutama dalam bidang kuliner ini.


3. Aku ingin memiliki apa? (HAVE)
  • Memiliki restaurant
  • Memiliki cake and pastry resto

c. Untuk lebih mengkerucutkan tujuan hidupku, terutama berkaitan dengan hobi memasakku, maka aku harus menyusun rencana pada 3 aspek dimensi waktu di bawah ini: 

1. Apa yang ingin aku capai dalam kurun waktu kehidupanku (lifetime purpose):
  • Membuka restaurant di seluruh Indonesia bahkan Mancanegara
  •  Membuka jasa catering untuk event
  • Membuka cake and pastry resto

2. Apa yang ingin aku capai dalam kurun waktu 5-10 tahun ke depan (strategic plan):
  • Membuka warung makan sederhana dilingkungan rumah
  • Membuka jasa catering untuk event

3. Apa yang ingin aku capai dalam kurun waktu satu tahun (new year resolution):
  • Membuka warung nasi sederhana
  • Membuka jasa catering






Alhamdulillah akhirnya terjawab sudah semua pertanyaan pada NHW #8 ini. Namun ini baru awalan, selanjutnya yang aku butuhkan adalah mulai berkomitmen untuk “BERUBAH” dari kebiasaan-kebiasaan yang aku pikir memang harus diubah, terutamanya dari sifatku yang moody.

How 'bout you? Ada yang sudah menemukan misi spesifik hidupnya jugakah? Kalau sudah, selanjutnya kita perlu menyusun langkah-langkah usaha apa saja yang bisa kita lakukan untuk menunjang sebuah produktivitas hidup kita. Kita bisa mulai dengan menetapkan target waktu dan jadwal kegiatan selama satu tahun, serta menentukan ukuran atau indikator keberhasilan dalam setiap kegiatan yang kita lakukan. Yang paling penting adalah membuat prioritas dan pilih hal-hal yang memang kita perlukan. Hindari membuat daftar yang terlalu panjang, karena hal tersebut bisa membuat kita “gagal fokus”.

Semoga bermanfaat ya.. Jangan menunggu sukses untuk berbahagia. Berbahagialah dan sukses pun akan datang. Thanks for reading, see you n the next post!

Wassalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Minggu, 11 Maret 2018

NHW#7 ; REZEKI ITU PASTI. KEMULIAN YANG DICARI





Assalammu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Hallo gils, bagaimana weekend-nya minggu ini?Jalan-jalankah atau ada agenda dinner gitu:? Kalau aku seperti biasa di akhir minggu, akan berbagi tentang materi yang aku dapatkan dari kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional Batch #5. Alhamdulillah, 'kuliah'ku sekarang sudah berjalan hingga minggu ketujuh. Wuuahh.. sebentar lagi kelas matrikulasi berakhir yaa... Semoga aku "Lulus" yaa, do'akan pals..

Semakin minggu, materinya makin hot deh, bikin berkaca berkali-kali. Materi kali ini, bikin aku yakin lagi bahwa keputusanku untuk full time mommy saat ini sudah tepat dan juga aku gak galau lagi kalau ada omongan orang tentang ijazah sarjanaku yang hanya jadi pajangan. Whatever you say Mak, yang jelas aku bahagia dapat membersamai anak-anakku dan mengikuti setiap tumbuh kembangnya. Anyway, minggu-minggu lalu, kami diperkenalkan tentang materi bagaimana menjadi Bunda Sayang dan Bunda Cekatan, kini saatnya kami belajar bagaimana menjadi Bunda Produktif. Materi ini diajarkan untuk lebih memahami tentang konsep produktif dan lebih mengenal apa tujuan penciptaan kita di bumi ini.

Materi ini merupakan materi favoritku sepanjang mengikuti kelas matrikulasi. Segala kegalauanku dijawab pada materi ini, karena bahwasanya produktif itu tidak harus melulu bekerja di ranah publik. Bahkan seorang ibu yang fokus di ranah domestik pun bisa menjadi lebih produktif apabilagi jika kita para Ibu bisa memberikan banyak manfaat baik di keluarga maupun masyarakat di sekitarnya, bisa dikatakan kita adalah Ibu yang produktif walau hanya fokus di ranah domestik.


Setiap Ibu harus menjadi sosok yang produktif, baik  yang memilih fokus pada ranah domestik ataupun publik. Hal itu dikarenakan, dengan produktivitas dapat menambah syukur, menegakkan taat dan berbagi manfaat.


Menjadi Bunda Produktif dengan Memahami Hakikat Rezeki

Kalian sadar gak sih, kalau kita ini seringkali menghubungkan produktivitas dengan aktivitas yang bisa menghasilkan uang atau gaji? Padahal Bunda Produktif tidak selalu dinilai dari uang, namun dari kemanfaatan yang dihasilkan.  Let's say ada orang yang bisa bergaji banyak, namun ternyata anak-anaknya tak terurus, bahkan dititipkan ke daycare, ketemu keluarga hanya di ambang jam tidur, tak punya quality time. Namun ada ibu yang tidak memiliki pendapatan sendiri, namun ia selalu mendampingi anak-anaknya belajar bahkan menjadi guru pertamanya bagi sang anak, aktif dalam kegiatan sosial dan disukai oleh para tetangga karena keramahannya. Maka mana yang lebih produktif?

Dikatakan Bunda Produktif itu jika memiliki value "bunda yang akan berikhtiar menjemput rejeki, tanpa harus meninggalkan amanah utamanya yaitu anak dan keluarga." Bahkan meskipun ia beraktivitas pula di ranah publik, ia tetap memperhatikan semua kebutuhan anak dan keluarga. Kita harus mulai mengubah orientasi kita tenatang produktif, bahwasannya produktif itu bukan semata-mata untuk mencari gaji, namun menjadikan produktif sebagai bagian dari ibadah, sedangkan rejeki itu urusanNya. Tugas kita hanya berikhtiar dengan sungguh-sungguh, masalah hasil kita pasrahkan pada Allah Subhanahuwata'ala.




Kita juga perlu memahami bahwa hakikat antara rejeki dan gaji itu berbeda. Rezeki tidak selalu terletak pada pekerjaan kita. Allah menaruh sekehendak-Nya. Antara bekerja dan rezeki, bukanlah dua hal yang selalu harus menjadi hukum sebab akibat, karena rezeki kadang perlu kita tafakuri. Rasulullah pernah bersabda bahwa "Sesungguhnya rezeki itu akan mencari seseorang dan bergerak lebih cepat daripada ajalnya." 

Imam Al Ghazali pernah mengucapkan bahwa "bisa jadi engkau tidak tau dimana rezekimu, namun rezekimu tau dimana engkau. Jika rezeki itu ada dilangit maka Allah akan turunkan, jika rezeki itu berada didalam bumi maka Allah akan perintahkan untuk muncul supaya berjumpa dengan kita."

Maka tidaklah patut kita takut akan kekurangan rezeki, apalagi jika sampai menghambakan diri pada manusia lain. Rejeki itu pasti, maka tidaklah perlu kita mengejar  sesuatu yang sudah pasti, apalagi jika sampai mengorbankan amanahNya dan melupakan ketaatan padaNya hanya demi angka-angka yang ada di struk gaji.






Jadi ingat petuah Ibu, "selama kita masih bernyawa, itu artinya masih ada rezeki buat kita. Jadi jangan takut akan kekurangan. Allah sudah mencukupkan semuanya untuk kita." Apalagi jika kita menggali lebih dalam bahwasanya rezeki itu tidak melulu soal uang, mempunyai keluarga yang samara (sakinah, mawaddah warrohmah), anak-anak yang sholih-sholihah, sehat jasmani-rohani, mempunyai ilmu yang bermanfaat dan dikelilingi sahabat-sahabat sejati juga merupakan rezeki yang luar biasa. Bukan begitu Bun?

Banyak diantara kita yang merasa galau ketika dihadapkan pada pilihan; perlukah bekerja di ranah publik? Termasuk aku yang kadang masih ingin kembali berkarir di luar rumah. Namun materi kali ini menguatkan pilihanku. Sebelum memutuskan untuk bekerja di luar rumah, kita bisa mengevaluasi dulu beberapa hal. Apa kita bekerja untuk membantu suami, apa kita bekerja untuk menyalurkan hobi, apa kita bekerja untuk mengisi waktu luang, saat kita bekerja di luar rumah adakah yang menjaga anak-anak kita, bagaimana efeknya untuk tumbuh kembang anak, bagaimana caranya menjaga kebersamaan keluarga, bagaimana mengatur kewajiban kita sebagai istri dan ibu, bagaimana caranya agar anak-anak tidak merasa kehilangan ibunya, dan masih banyak lagi hal lainnya.







Jika menjadi produktif di luar rumah akan meningkatkan kemuliaan diri, anak-anak dan keluarga, maka lanjutkan. Jika tidak, maka kuatkan dulu pilar-pilar sebagai bunda sayang dan cekatan. Jika manfaat yang kita dapatkan jauh lebih banyak ketika kita berkarir di luar rumah, maka jangan ragu. Luruskanlah niat tersebut sebagai ibadah. Tugas kita sebagai Bunda Produktif bukan untuk mengkhawatirkan rezeki keluarga, melainkan menyiapkan sebuah jawaban “Dari Mana” dan “Untuk Apa” atas setiap karunia yang diberikan untuk anak dan keluarga kita.





Ibu yang bekerja di ranah publik, bahkan ibu rumah tangga sekalipun, seringkali merasa galau, kasihan dan merasa bersalah ketika harus meninggalkan anak, entah itu untuk bekerja, belajar (mengikuti seminar atau workshop), atau melakukan me time, kalau aku tinggal masak aja sudah rindu sama anak padahal anaknya masih satu rumah. Hehehe.. Padahal sesungguhnya kita tidak perlu merasakan itu semua. Jika kita meninggalkan anak-anak untuk hal yang positif, maka jangan ragu. Anak-anak tidak harus selalu bersama ibunya kok, mereka juga memiliki dunianya sendiri. 

Cara untuk mengurangi rasa galau, rasa bersalah dan kasihan saat harus meninggalkan anak; kita harus FOKUS. Nah... Masalah ini sering banget yaa teman-teman rasain, liat dari galaunya status-status di media sosial. Hehehe...  Saat kita harus bekerja, fokuslah dengan pekerjaan kita. Saat kita harus bersama anak, fokuslah bersama anak. Tidak ada sambil-sambilan. Tidak ada yang namanya 'aku sedang bersama anakku', tapi di tangan kita lagi pegang handphone dan asyik menelusuri sosial media (ini perlu banget diubah yaa), itu namanya kita sedang berada di dekat anak, namun ruh kita tidak bersamanya. Begitu juga saat kerja, fokuslah dengan apa yang harus kita kerjakan, sehingga pekerjaan kita cepat selesai dengan hasil yang maksimal. Jangan malah kepikiran anak yang di rumah atau di daycare, rewel nggak ya... nangis nggak ya... mau makan nggak ya... Yang ada sudah nggak bisa membersamai anak, pekerjaan pun terbengkalai.

Menjadi Bunda Produktif dengan Mengenali Kekuatan Diri

Selain harus memahami hakikat rezeki dan fokus pada aktivitas yang kita kerjakan, kita juga perlu tahu bahwasanya Bunda Produktif adalah bunda yang senantiasa menjalani proses untuk menemukan dirinya, menemukan “MISI PENCIPTAAN” dirinya di muka bumi ini, dengan cara menjalankan aktivitas yang membuat matanya “BERBINAR-BINAR”. Kira-kira, selama ini aktivitas yang kita kerjakan sudahkah membuat kita merasa senang menjalaninya atau terpaksa karena keadaan?

Jika saat ini ada yang bekerja sebagai karyawan (kerjaan aku dulu, hehehe), apakah kita benar-benar menikmati sebagai karyawan? Tidak peduli dengan nominal yang tertera di struk gaji, namun karena kita mendapatkan kepuasan tersendiri ketika mampu membagi ilmu dan bermanfaat bagi orang lain. Jika sudah, maka itulah produktif yang sebenarnya. Namun ketika saat bekerja, kita ingin cepat selesai, uring-uringan ketika banyak deadline, menggerutu dengan gaji yang tak naik-naik. Mungkin perlu mengevaluasi, apakah menjadi karyawan benar-benar impian kita?

Kalau sampai saat ini kita masih kebingungan dengan aktivitas apa yang bisa membuat mata kita berbinar-binar, mungkin kita belum benar-benar memahami kelebihan dan kelemahan diri kita. Nah, NHW #7 kali ini kami diminta untuk lebih mengenal potensi diri (strength typology). Mungkin kalian juga mau mencobanya, gils?

Masuk ke web www.temubakat.com, lalu isi form yang ada; nama lengkap, tanggal lahir, pekerjaan, jenis kelamin, dll. Lalu kerjakan test tersebut hingga selesai dan mendapat hasilnya. Kita juga bisa download versi PDF nya. Setelah itu amati hasil tersebut dan konfirmasi ulang dengan apa yang kita rasakan selama ini. Sudah sesuaikah dengan apa yang kita jalani? Atau malah kita menemukan potensi yang baru dan belum pernah kita sadari selama ini?

Sebelum mengerjakan NHW #7 ini, sebenarnya aku sudah pernah mengerjakan tes-tes macam di web ini (iyalah, dulu kerjaan aku ngetest orang yang mau masuk kerja terus kuliah juga ngurusin alat test psikologi manusia). Tapi aku gak simpan pdf-nya hhee.. Buat yang pernah mendengar Talent Mapping yang diperkenalkan Abah Rama, web ini merupakan bagian dari Talent Mapping tersebut. Memang sih lebih afdolnya ikut assesment-nya biar lebih lengkap. Kalau aku sudah pernah tapi ya itu tadi aku gak copy soft file-nya
Oke, back to hasil hasil ST30 (Strenght Typology) yang aku dapat setelah mengerjakan tes di web Temu Bakat. Ternyata hasilnya seperti ini;




TIAS SEPTY JULIAN, anda adalah orang yang dapat merasakan perasaan orang lain baik sedang gembira maupun sedang sedih , banyak ideanya baik yang belum pernah ada maupun dari pikiran lateralnya , analitis , teliti & suka mengumpulkan informasi , senang mengkomunikasi ideanya , suka mengumpulkan berbagai informasi atau teratur , suka melayani orang lain dan mendahulukan orang lain , memiliki intuisi dalam memilih jalan terbaik menuju tujuan , senang menggabung-gabung kan beberapa teori atau temuan menjadi suatu temuan baru.(source; www.temubakat.com)

Minggu, 04 Maret 2018

NHW#6 ; BELAJAR MENJADI MANAGER KELUARGA YANG HANDAL



Assalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh ....

Hallo Haii... Ketemu lagi dengan catatan-catatan dari tangan perempuan yang sedang belajar untuk menjadi seorang perempuan, istri, ibu, anak, menantu, kakak dan masyarakat yang baik dan terbaik. Alhamdulillah guys, sekarang sudah masuk materi keenam yaitu tentang "Ibu Manajer Handal Keluarga." Woww... materinya makin minggu makin menarik dan menjadi bahan instropeksi diri loh guys.

"Ibu Manajer Handal Keluarga", kalimat tersebut membuat aku bertanya pada diri sendiri, apakah benar selama aku menjadi Ibu, aku sudah menjadi manajer yang handal? Sudah menjadi Ibu Rumah Tangga panutan keluarga dan masyarakat? Uggh.. pertanyaan itu mengelilingi otakku, sebab yang aku tau selama ini aku cenderung menjalani rutinitasku sebagai seorang ibu rumah tangga ya ngalir aja. Hanya sekedar mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan seluruh isi rumah. Aku mau sedikit cerita yaa tentang materi keenam yang bikin aku  berkaca akan diri sendiri berkali-kali. Semoga bermanfaat ya, guys.

Semua Ibu adalah Ibu Bekerja







Selama ini kita sering mengkotak-kotakkan bahkan membandingkan peran wanita ke dalam dua hal; ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Ibu rumah tangga  mengacu untuk ibu yang bekerja di ranah domestik, sedangkan ibu bekerja mengacu pada para ibu yang bekerja di ranah publik. Nah, ketika kita tau ada dua peran wanita tersebut, tak jarang debat panjang mempertentangkan antara lebih baik mana antara ibu rumah tangga dan ibu bekerja pun seakan-akan tak pernah habis. Padahal mau jadi ibu rumah tangga ataupun jadi ibu bekerja, sejatinya semua ibu adalah ibu bekerja yang wajib professional menjalankan aktivitas di kedua ranah tersebut, baik domestik maupun publik. Apapun yang kita pilih, entah itu memilih sebagai ibu bekerja di ranah domestik ataupun publik, cuma ada satu syarat yang sama, yaitu kita harus “SELESAI” dengan manajemen rumah tangga kita.

Maksudnya selesai? Tentu saja kita harus memiliki rasa segala aktivitas di rumah kita itu lebih nyaman dibandingkan aktivitas dimanapun. Sehingga bagi yang memilih sebagai ibu bekerja di ranah domestik, akan menjadi profesional mengerjakan pekerjaan di rumah bersama anak-anak. Begitu pula dengan ibu bekerja di ranah publik, tidak akan menjadikan bekerja di publik itu sebagai pelarian ketidakmampuan kita di ranah domestik.
Untuk mencari tahu apakah kita sudah selesai atau belum dengan manajemen rumah tangga kita, kita perlu jujur sama diri sendiri. Selama ini apa motivasi kita bekerja?
  • Apakah masih ASAL KERJA, hanya untuk menggugurkan kewajiban? 
  • Apakah didasari sebuah KOMPETISI sehingga selalu ingin bersaing dengan orang/ keluarga lain? 
  • Apakah karena PANGGILAN HATI sehingga kita merasa ini bagian dari peran kita sebagai Khalifah?

Dasar-dasar motivasi tersebut akan sangat menentukan action kita dalam menangani urusan rumah tangga dan pekerjaan kita.
  • Kalau kita masih “ASAL KERJA” maka yang terjadi akan mengalami tingkat kejenuhan yang tinggi, kita akan menganggap pekerjaan ini sebagai beban, dan ingin segera lari dari kenyataan. 
  • Kalau kita bekerja didasari “KOMPETISI”, maka yang terjadi kita akan stress, tidak suka melihat keluarga lain sukses.
  • Kalau kita bekerja karena “PANGGILAN HATI” , maka yang terjadi kita akan sangat bergairah menjalankan tahap demi tahap pekerjaan yang ada. Setiap kali selesai satu tugas, akan mencari tugas berikutnya, tanpa MENGELUH.

So, kalian sudah sampai di titik mana dalam bekerja? Baik bekerja di ranah publik maupun domestik. Hmmm... Kalau aku, untuk urusan shopping dan travelling, aku sudah mencapai "PANGGILAN HATI", hahaha.. semua wanita keleus yaa bu Ibu ini mah:p  Jujur aja ya, ketika bicara ranah domestik alias pekerjaan rumah tangga, aku masih sering di level "ASAL KERJA." Masih sering memasak, membersihkan rumah ya sekedarnya untuk menuntaskan kewajiban, bukan untuk dinikmati. Alhamdulillah dengan ketemu materi keenam kelas matrikulasi ini aku kembali diingatkan untuk MENIKMATI semua peranku, tidak hanya di urusan kesenangan shopping dan travellingnya, namun juga sebagai seorang ibu dan istri. In Syaa Allah, semoga aku bisa terus memperbaiki diri yaa. Mohon do'anya :)

Be A Family Manager





Kalau ngomongin tentang menikmati peran, peran seorang ibu itu sejatinya adalah seorang manager keluarga, dan bukan sekedar karyawan rumah tangga. Memang apa bedanya? Beda dong. Coba tuh kita lihat kalau di kantor-kantor, apa kerjaannya karyawan dan apa kerjaannya manager? Beda kan?

Manager itu lebih ke mengatur dan mengorganisasi pekerjaan agar lebih rapi, lebih cepat selesai dengan hasil yang lebih maksimal. Manager pastinya tidak selalu turun tangan, namun bisa mendelegasikan tugas ke karyawannya. Sedangkan karyawan jelas tugasnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan manager. Intinya manager itu giving command, sedangkan karyawan doing the command.

Nah.. pasti kalian bingung kan? Gimana sih caranya agar peran kita sebagai manajer keluarga lebih maksimal?  Inilah saatnya bersikap dan berpikir selayaknya seorang manager. Silahkan ikuti cara-cara berikut ya;
  • Hargai diri kita sebagai manager keluarga, pakailah pakaian yang layak (rapi dan chic) saat menjalankan aktivitas kita sebagai manager keluarga. Yuph, meski mungkin pekerjaan kita di rumah hanya nyapu, ngepel, masak dan momong anak, ternyata memperhatikan penampilan itu perlu lo. Bahkan perbedaan pakaian bisa meningkatkan produktivitas dan menambah percaya diri. Iih, ribet kali masa mau ngepel pakai blazer. Ya, nggak gitu juga kali... Kalaupun memang daster adalah pilihan pakaian yang paling nyaman, pilih daster yang eye catching, yang warnanya masih cerah dan nggak kusam, apalagi bolong-bolong. #SelfPlak... Padahal menurutku, daster yang makin kusam itu makin adem yee, benarkan buibu?hehe. Lupakan pembenaran ini! Dan meskipun di rumah, sapukan bedak dan sedikit lipstick biar segar, suami dan anak juga pasti lebih senang lihatnya. 
  • Rencanakan segala aktivitas yang akan kita kerjakan baik di rumah maupun di ranah publik dan PATUHI rencana tersebut.
  • Buatlah skala prioritas. Ini penting banget ya. Dalam sehari pasti ada aja yang harus dikerjakan, tapi kita wajib bikin skala prioritas biar kita bisa mengatur mana yang lebih penting untuk dikerjakan lebih dulu. Dengan skala prioritas ini, kita bisa jauh lebih teratur dan nggak grambyang habis ini mau apa, terus ngapain lagi dan seterusnya.
  • Bangun komitmen dan konsistensi kita dalam menjalankannya. Yuph, istiqomah memang rajanya tantangan. Pernah baca di sebuah artikel parenting, kalau mau membiasakan diri dengan sesuatu yang baru, lakukan hal itu setidaknya selama 40 hari berturut-turut agar menjadi kebiasaan permanen.

Menaklukan Tantangan

Setiap peranan itu pastilah memiliki tantang, setuju gak guys? Sekalipun sebagai seorang ibu, mau itu yang bekerja di ranah domestik ataupun di ranah publik, kita akan selalu dihadapkan pada satu tantangan ke tantangan lainnya. Maka ada beberapa hal yang perlu kita praktekkan, yaitu;

a) PUT FIRST THINGS FIRST 
Letakkan sesuatu yang utama dan terpenting menjadi yang pertama. Kalau buat kita yang utama dan pertama tentulah anak dan suami. So, buatlah perencanaan sesuai skala prioritas kita hari ini. Jangan lupa untuk mengaktifkan fitur gadget sebagai organizer dan reminder kegiatan kita sehari-hari. Gadgetnya udah smart kan? Jadi pakai juga dengan smart :)

b) ONE BITE AT A TIME  
Maksudnya lakukan pekerjaan setahap demi setahap, lakukan sekarang tanpa nanti dan pantang menunda, apalagi menumpuk pekerjaan.
Nah ini... aku masih suka banget nih menunda pekerjaan. Misalnya, mau menyetrika, eh ada film rame di tv, nonton tv bentaran, filmya selesai, setrikaan masih numpuk, anak bangun minta kelonan, eh ketiduran juga.. ahaha.. siapa yang ngalamanin kaya gitu bukibu? Please, jangan dicontoh. Menunda pekerjaan itu sama saja memperbanyak pekerjaan, tidak menyelesaikan.

c) DELEGATING 
Delegasikan tugas, yang bisa didelegasikan, entah itu ke anak-anak yang lebih besar atau ke asisten rumah tangga kita. Nah,,, tapi anakku baru satu dan masih bayi jadi belum bisa bantu-bantu, hanya bantu do'a. hehehe...
Perlu kita ingat bahwa kita adalah manager, tentu saja bukan lantas menyerahkan begitu saja tugas kita ke orang lain, tapi kita harus buat panduannya, kita latih, dan biarkan orang lain patuh pada aturan kita. Latih-percayakan-kerjakan-ditingkatkan-latih lagi-percayakan lagi-ditingkatkan lagi, begitu seterusnya 
Karena pendidikan anak adalah dasar utama aktivitas seorang ibu,  usahakan pilihan untuk mendelegasikan pendidikan anak ke orang lain adalah pilihan paling akhir, karena ibu adalah guru utama dan pertama anak-anaknya. Kalau aku sih sejauh ini tidak sekedar mendelegasikan untuk urusan pendidikan anak-anak, namun lebih ke memilih mencari partner yang sesuai dengan visi misi keluargaku.


Kembangkan Peranmu!

Hmmm... Karena materi "Ibu Manajer Handal Keluarga", aku jadi mempertanyakan profesionalismeku sebagai seorang ibu. Aku menikah baru dua tahun sih, makanya aku lagi ngejar dan belajar agar melewati 10.000 jam terbang, dan aku ingin menjadi seorang ahli di bidang manajemen kerumahtanggaan, tapi kok ya sekarang aku masih begini-begini saja? Yupsss.. itu karena selama ini aku masih SEKEDAR MENJADI IBU dan SEKEDAR ASAL KERJA belum PAKAI HATI. Ada yang mengalami hal sama sepertiku?
Buat yang berpengalaman sama denganku, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan nih ketika ingin meningkatkan kualitas diri agar tidak sekedar menjadi ibu lagi, antara lain:
  • Mungkin saat ini kita adalah kasir keluarga, setiap suami gajian, terima uang, mencatat pengeluaran, dan pusing kalau uang sudah habis, tapi gajian bulan berikutnya masih panjang. Maka kita perlu  meningkatkan ilmu di bidang perencanaan keuangan, sehingga sekarang bisa menjadi "manajer keuangan keluarga."
  • Mungkin kita adalah seorang koki keluarga, tugasnya memasak keperluan makan keluarga. Namun masih sekedar menggugurkan kewajiban saja - bahwa ibu itu ya sudah seharusnya masak, yang akhirnya membuat kita jenuh di dapur. Maka kita perlu cari ilmu tentang manajer gizi keluarga agar terjadi perubahan peran. 
  • Saat anak-anak memasuki dunia sekolah, mungkin kita adalah tukang antar jemput anak sekolah. Hal ini membuat kita tidak bertambah pintar di urusan pendidikan anak, karena ternyata aktivitas rutinnya justru banyak ngobrol tidak jelas sesama ibu-ibu yang seprofesi antar jemput anak sekolah. Sudah saatnya mari kita cari ilmu tentang pendidikan anak, sehingga meningkatkan peran diri kita menjadi “manajer pendidikan anak”. Anak-anakpun bisa semakin bahagia karena mereka bisa memilih berbagai jalur pendidikan tidak harus selalu di jalur formal. 
  • Evaluasi diri kita lalu temukan peran apalagi yang kita inginkan. Terus tingkatkan kemampuan diri dan jangan stuck di satu titik. Jangan sampai kita terbelenggu dengan rutinitas baik di ranah publik maupun di ranah domestik, sehingga kita sampai lupa untuk meningkatkan kompetensi kita dari tahun ke tahun. Akhirnya yang muncul adalah kita melakukan pengulangan aktivitas dari hari ke hari tanpa ada peningkatan kompetensi.  Meskipun kita sudah menjalankan peran selama 10.000 jam lebih, tidak akan ada perubahan karena kita selalu mengulang hal-hal yang sama dari hari ke hari dan tahun ke tahun.
A Step to Be A Professional Family Manager

Dengan berupaya menjadi seorang manajer keluarga yang handal, tentunya akan dapat mempermudah kita untuk menemukan peran hidup kita dan semoga semakin mempermudah kita mendampingi anak-anak menemukan peran hidupnya.

Namun sayang, ada hal-hal yang kadang mengganggu proses kita menemukan peran hidup yaitu RUTINITAS. Menjalankan pekerjaan rutin yang tidak selesai, membuat kita merasa sibuk sehingga kadang tidak ada waktu lagi untuk beproses menemukan potensi diri kita. Maka oleh karena itu, aku akan membagikan NHW#6 ini, dan bisa diikuti tahapan-tahapan berikut ini. Tujuannya sih agar kita dapat meraih tujuan menjadi manajer keluarga yang handal dan tidak terjebak dalam rutinitas yang tidak berkembang;

A. Tuliskan 3 aktivitas yang paling penting, dan 3 aktivitas yang paling tidak penting!

Bagi diriku sendiri, dalam perjalanan hidupku selama ini, maka tiga aktivitas yang aku anggap paling penting yaitu;

*Beribadah - Ini adalah aktivitas yang paling penting karena memang tujuan Allah menciptakan kita adalah untuk beribadah kepadanya sebagaimana termaktub pada Al Quran Surat Adz Dzariyat: 56; “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”  Beribadah sebenarnya tidak hanya menyangkut sholat, puasa, zakat, haji, kegiatan-kegiatan sehari-hari kita pun bisa bernilai ibadah jika kita niatkan lillahita'ala. Maka sebenarnya beribadah bisa dilakukan setiap saat, tidak terbatas waktu.
*Mengurus Keluarga (anak dan suami) - Sebagai seorang ibu, tentu saja prioritas utama setelah menyelesaikan kewajiban kepada Sang Pencipta adalah anak dan suami dan ini pula adalah termasuk ibadah ya. Hal-hal yang termasuk mengurus keluarga (suami dan anak), meliputi menyediakan makanan sehat, menyiapkan pakaian yang layak, rumah yang nyaman dan teman ngobrol/ bermain yang asyik.
*Belajar dan Membaca Buku- Meski bukan kebutuhan pokok, namun aku merasa membutuhkan aktivitas ini sebagai aktualisasi diri dan meningkatkan peranku di ranah publik dan domestik. Belajar bagi ini adalah tentang belajar banyak hal, semisal saja aku sedang mengikuti kelas parenting yang cara belajarnya online menggunakan via whatsapp. Untuk membaca, aku memang gemar sekali membaca buku, bagiku membaca adalah kegiatan me time yang menyenangkan.

Selain mengobservasi tiga aktivitas terpenting, aku juga menemukan tiga aktivitas yang paling tidak penting, sebagai berikut;

Pay Attention to Social Media too Much - Dengan alasan membunuh kebosanan aku scrolling FB dan instagram atau menonton akun gosip di youtube, hhehee.. Ketauan buibu suka gosip :p . Namun seringkali akhirnya nggak bisa mengerem diri dan malah membuang banyak waktu untuk kepo status dan memberikan komen-komen yang tidak penting di jam-jam yang harusnya bisa efektif untuk berkarya atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Chatting di WA Group untuk Hal-hal yang Tak Penting - Sebenarnya saat ini aku sudah sangat pilih-pilih group WA yang aku ikuti hanya yang membawa manfaat. Jika dirasa sebuah grup WA lebih banyak mudharatnya, aku akan minta ijin untuk keluar atau sekedar jadi silent reader. Namun kadang karena penasaran dengan isi chat yang terlihat seru, aku malah baca-baca dan keterusan ngobrol sampai membuang waktu yang harusnya bisa efektif untuk berkarya atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

*Nonton Film Favorite, menonton film favorite ini hanya sebagai hiburan, namun terkadang bisa menjadi sumber inspirasi. Aku pun termasuk pemilih. Aku akan nonton film yang memang ceritanya yang menarik. Aku juga sebenarnya sudah memiliki jam-jam khusus untuk menonton film favoriteku serta memiliki syarat-syarat yang harus kuikuti agar bisa lebih santai menontonnya; kerjaan rumah beres dan anak-anak sudah tidur. Namun seringkali aku terkalahkan hawa nafsu karena penasaran dengan kelanjutan ceritanya. akhirnya bisa membuang waktu yang harusnya bisa efektif untuk berkarya atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Setelah membandingkan dan mengevaluasi diri, jujur saja waktuku selama ini masih fifty-fifty antara kegiatan paling penting dan tidak penting. Padahal kan seharusnya kegiatan yang paling penting harus memiliki porsi yang lebih besar. Iya kan? Please, don't try again guys !!

That's why, untuk bisa menjadikan tiga aktivitas penting memiliki porsi yang lebih besar di dalam keseharianku, maka aku harus bisa menjadikan 3 aktivitas penting menjadi aktivitas dinamis sehari-hari. Dengan seperti itu, maka bisa memperbanyak jam terbang peran hidup diriku. Aku kudu rajin menengok NHW sebelumnya nih agar selaras mencapai tujuan.


B. Kemudian kumpulkan aktivitas rutin menjadi satu waktu, berikan “kandang waktu”, dan patuhi cut off time.

Untuk kegiatan ini, akan memudahkan kita agar lebih disiplin dan semua pekerjaan selesai, tapi kunci dalam segala hal itu adalah KOMITMEN dan KONSISTEN. Semisal kita sudah menuliskan bahwa bersih-bersih rumah itu dari jam 05.00 - 06.00, maka patuhi waktu tersebut. Agar jadwal tersebut dapat terlaksana, nggak berantakan dan bisa settle pada tempatnya, maka jangan ijinkan agenda yang tidak terencana memenuhi jadwal waktu harian anda.
Sejak menikah dan ikut suami hijrah ke pulau Kalimantan, aku dan suami tinggal bersana Ayah mertuaku dan adik iparku, kalian harus tau guys, rumah itu senua isibya cowo dan aku  juga anakku yang paling cantik, karena hanya kami penghuni perempuan. Semenjak itu, segala sesuatu aku kerjakan sendiri. Yupss aku mengerjakan pekerjaan rumah hanya sendirian. Padahal semenjak single, aku tak pernah mengerjakan semua itu karena dirumah memiliki asisten rumah tangga. Hehehe.. Namun, ini adalah pembelajaran bagiku, aku jadi bisa lebih disiplin dan benar-benar bisa menjaga keluargaku, baik mulai dari makanan yang dimakan, pakaian yang dipakai bahkan tempat tinggal yang ditempati.
Setelah aku observasi dan evaluasi diri mengenai kegiatan sehari-hari, aku menyimpulkan bahwa waktu terbaik untuk melakukan pekerjaan rumah tangga adalah sebelum subuh tiba. Saat itu anakku belum bangun eh taoi kadang bangun minta susu dan setelah menyusi itu aku usahakan tidak tidur lagi. Kalau tidur lagi bisa tak selasai urusan pekerjaan rumah tanggaku apalagi kalau si kecil bangun ya gak bisa kerja apa-apa aku in, hanya bisa menyusui dan bermain bersama si kecil.
Sudah terbukti ketika aku belum menyelesaikan pekerjaan rumah tangga setelah Sheeva bangun dan Apihnya sudah berangkat kerja, aku akan sangat kesulitan mengerjakannya karena Sheeva yang sekarang sudah empat bulan sedang aktif-aktifnya belajar tengkurab dan guling-gulingan dikasur, untuk itu membutuhkan pengawasan maksimal. Jam tidur Sheeva pun semakin berkurang. Bahkan kalaupun dia tidur, dia bisa merasakan kalau aku tinggal keluar kamar.

That's why aku memutuskan jam 03.00 - 08.00 sebagai jam cuci baju, menjemur cucian, menyetrika, memasak dan bersih-bersih rumah. Jadwal ini harus aku patuhi jika nggak mau hectic di siang hari. Jadi kalaupun Sheeva tidur dan bisa ditinggal beraktivitas lain, aku bisa fokus di pekerjaan lain, semisal blogging, nimbrung di kuliah online via whatsapp ataupun updating peran diri dengan membaca serta mengaji. Aku juga bisa lebih santai sehingga tidak mudah marah ke anak saat mereka melakukan hal yang bikin sensi gegara pekerjaan rumahku belum kelar.

C. Setelah tahap di atas selesai kita tentukan. Buatlah jadwal harian yang paling mudah dikerjakan.

Berikut ini jadwal harian yang sudah aku buat biar lebih teratur dan profesional sebagai seorang ibu.





Seperti yang sudah kujelaskan di bagian B, aku sudah menentukan fixed schedule  dari jam 03.00 - 08.00, di luar jam itu (jam 06.00 - 18.00) adalah jadwal dinamis. Selain fokus pada anak-anak, pada jam 6 pagi hingga jam 6 malam aku gunakan untuk memperbanyak jam terbang alias meningkatkan peran diri. Jam 6 malam hingga 9 malam saatnya menjalankan Program quality time bareng anak dan suami, meski masih belum konsisten. Lalu setelah jam 9 malam, saat anak sudah tidur, aku biasanya melakukan pekerjaan rumah yang belum selesai, misalnya menyetrika pakaian atau quality time dengan suami, kebanyakan sih curhat. hehhee..
Jadwal yang aku buat ini, akan aku amati selama satu minggu pertama, jika tidak terlaksana dengan baik, maka akan segera kurevisi. Namun jika bisa aku patuhi, aku berupaya untuk menjalankannya hingga tiga bulan ke depan agar menjadi kebiasaan baru untuk hidup yang lebih efektif dan profesional.

Jujur aku tidak ingin menjadi wonder woman atau super woman yang bisa menjalankan semuanya dalam satu waktu. Aku hanya wanita biasa yang juga punya capek, butuh me time dan kesempatan untuk aktualisasi diri di luar pekerjaan domestik. Untuk itu aku berusaha untuk melakukan upaya terbaikku dengan lebih disiplin menjalankan jadwal harian ini.
Meski begitu aku sadar sebagai seorang ibu tanpa asisten rumah tangga dan hanya aku yang paling tahu bagaimana kepribadian dan kondisi kejiwaanku, maka aku sekarang telah banyak menurunkan standar dan mengucapkan selamat tinggal pada Mrs. Perfectionist di dalam diri. Apalagi aku tidak hanya mengurus anak dan suami, namun mertua dan adik ipar pun menjadi tanggung jawabku. Dulu, awal-awal aku tinggal bersama suami, aku banyakan nangis dibanding kerja karna lelah. hehehe..
Sekarang aku lebih woles, meski aku sudah punya fixed schedule yang harus aku patuhi, ketika aku punya deadline dan ternyata mengganggu fixed schedule-ku, maka aku tidak akan menjadikan hal itu sebagai sebuah permasalahan besar. Rumah tidak harus super kinclong, yang penting rapi dan nyaman. Rumah berantakan di jam-jam dinamis karena anak sedang aktif-aktifnya tidak perlu dipermasalahkan, yang penting saat waktunya anak sudah tidur, kita dapat merapihkan kembali dan jika suami pulang kerja, rumah sudah rapi. Ketika ternyata bangun kesiangan dan nggak sempat masak hingga jam yang ditentukan, beli saja sayur matengan, yang penting anak-anak tetap terurus dan tidak terabaikan.
Alhamdulillah, suami adalah sosok laki-laki yang mau turun tangan dalam pekerjaan rumah tangga. Selain mau ikut momong bocah-bocah, biasanya urusan mengepel rumah dan menguras bak mandi adalah bagiannya. Ya, namanya juga suami istri dan sudah punya anak pula, harus mau bekerja sama dong, hehe.

Well, inilah caraku belajar menjadi manajer keluarga yang handal. How about you guys? Apa upaya terbaik kalian demi menjadi seorang manajer keluarga yang handal? Mangga di share di kolom komentar biar bisa sharing ❤ 
Anyway, thanks for reading and see ya in the next posts!

Wassalammu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.







Dia adalah Hadiah Tuhan

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ ﴿٤٩...